Hai pecinta blogger,
Kalau berbicara mengenai sains dan masa depan rasanya kurang lengkap jika tidak dibarengi dengan perkembangan teknologi. Bagaimana tidak, dewasa ini masyarakat dunia sangat dimanjakan dengan semakin pesatnya teknologi dalam berbagai aspek kehidupan. Sains pun tak mau ketinggalan akan hal ini. Dikutip dari majalah sains indonesia, seorang peneliti dari AS mampu menemukan cara baru menyidik marka gen penyakit. Hal ini tentu saja sangat menguntungkan bagi manusia, semakin majunya zaman juga dibarengi dengan semakin majunya segala aspek kehidupan termasuk dalam hal merugikan manusia, misalnya penyakit.
Banyak penyakit, seperti kanker, diabetes, albino, sindrom down, hemofilia, dan skizofrenia, cenderung diwariskan melalui keluarga. Setelah proyek genom manusia berjalan 15 tahun, muncul harapan tinggi bahwa peta informasi genetik dapat mengungkapkan gen-gen penanda (genetic marker) munculnya penyakit menurun. Namun begitu, para ilmuwan kemudian sadar harapan itu terlalu jauh. Menyibak rahasia genetik ternyata tak semudah membuat peta genom. Untuk memastikan marka gen satu penyakit tak cukup dengan data genom dari satu/dua pasien. Perlu bank data genom dari sejumlah pasien yang varian genetiknya mewakili kondisi populasinya. Untuk menggali marka genetik yang signifikan, peneliti perlu banyak contoh peta genom. Selain itu, banyak varian lain yang berpengaruh, di luar DNA-DNA pengode protein. Maka, menjadi jauh lebih sulit untuk memastikan marka gen-gen suatu penyakit.
Kalau berbicara mengenai sains dan masa depan rasanya kurang lengkap jika tidak dibarengi dengan perkembangan teknologi. Bagaimana tidak, dewasa ini masyarakat dunia sangat dimanjakan dengan semakin pesatnya teknologi dalam berbagai aspek kehidupan. Sains pun tak mau ketinggalan akan hal ini. Dikutip dari majalah sains indonesia, seorang peneliti dari AS mampu menemukan cara baru menyidik marka gen penyakit. Hal ini tentu saja sangat menguntungkan bagi manusia, semakin majunya zaman juga dibarengi dengan semakin majunya segala aspek kehidupan termasuk dalam hal merugikan manusia, misalnya penyakit.
Banyak penyakit, seperti kanker, diabetes, albino, sindrom down, hemofilia, dan skizofrenia, cenderung diwariskan melalui keluarga. Setelah proyek genom manusia berjalan 15 tahun, muncul harapan tinggi bahwa peta informasi genetik dapat mengungkapkan gen-gen penanda (genetic marker) munculnya penyakit menurun. Namun begitu, para ilmuwan kemudian sadar harapan itu terlalu jauh. Menyibak rahasia genetik ternyata tak semudah membuat peta genom. Untuk memastikan marka gen satu penyakit tak cukup dengan data genom dari satu/dua pasien. Perlu bank data genom dari sejumlah pasien yang varian genetiknya mewakili kondisi populasinya. Untuk menggali marka genetik yang signifikan, peneliti perlu banyak contoh peta genom. Selain itu, banyak varian lain yang berpengaruh, di luar DNA-DNA pengode protein. Maka, menjadi jauh lebih sulit untuk memastikan marka gen-gen suatu penyakit.
Metode Epigenomika
Untuk itu, peneliti Massachusetts Institute of Technology (MIT) menawarkan marka epige-nomika. Sebuah metode terpadu untuk menge-tahui dan mengontrol aktivasi gen tertentu. Pendekatan ini memungkinkan peneliti meng-identifikasi unsur genetik tambahan, selain DNA ini, yang misalnya membuat seseorang lebih rentan terkena gagal jantung. “Epigenomika dapat mengatasi rintangan utama riset genetika manusia dan menjawab pertanyaan seputar sifat hereditas yang tersembunyi dari sampel individual,” kata Laurie Boyer, guru besar rekayasa biologi MIT.
Menurutnya, epigenomika adalah studi tentang modifikasi epigenetik dari materi genetik dalam skala genomik. Unit genetika yang termodifikasi disebut epigenom. Epigenomika berbeda dengan epigenetika dalam cakupan luasannya. Epigenetika terfokus pada studi me-ngenai pewarisan modifikasi selain mutasi pada DNA, sedangkan epigenomika mempelajari perubahan level genomik individu sampel dari suatu populasi. Seperti studi genomika dan proteomika, ciri khas studi epigenomikamelibatkan proses komputasi data dalam jumlah besar.
Strategi epigenomika dipercaya bisa menjelaskan banyak penyakit warisan. “Kita dapat menerapkannya tak hanya untuk menguak sifat satu jaringan, tetapi juga melacak karakteristik dasar biokimia setiap penyakit,” jelas Xinchen Wang, mahasiswa postdoctoral MIT dalam jurnal eLife edisi Mei 2016.
sumber: http://www.sainsindonesia.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar